Pages

Minggu, 30 Oktober 2011

Memaknai dan Mengkritisi Urgensi Hari Sumpah Pemuda


Sumpah Pemuda adalah salah satu hari besar dalam sejarah Indonesia. Bagaima tidak ? Hari yang jatuh pada tanggal 28 oktober ini menjadi saksi kebangkitan pemuda Indonesia dan menandakan keinsafan mereka akan urgensi daripada persatuan dalam menunjang kehidupan masa perjuangan dulu. Semangat bersatu yang pemuda-pemuda Indonesia ini wujudkan dalam ikrar mereka, penuh dengan kesadaran bahwa Indonesia ini satu, dan unsur yang ada didalamnya berada dalam ikatan yang terpadukan dalam satu tubuh, Indonesia Raya.

Sumpah Pemuda lahir di masa-masa penuh perjuangan dalam rangka memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia. 1 masalah yang cukup mendalam saat itu adalah sifat kedaerahan yang dimiliki oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Satu hal yang sangat dibutuhkan dan sangat penting ini belum bias tumbuh optimal dalam tubuh bangsa Indonesia. Kesadaran akan persatuan dan mengesampingkan sifat egois kedaerahan yang tersampaikan dalam ikrar para pemuda dari berbagai suku di Indonesia bak surya yang menjadi penerang dalam kesuraman bangsa Indonesia kala itu, yang akhirnya pada tanggal 28 oktober 1928 sejarah mencatatnya sebagai momentum yang sangat berarti, Sumpah  Pemuda. Mari kita kembali sekilas ke masa itu, apa yang diteriakkan para Fundamentalis Indonesia ini, apa yang diaumkan singa-singa Indonesia yang lapar akan rasa persatuan, dan apa yang digelegarkan Guntur-guntur pemuda Indonesia dikala mendung gelap itu membuat mayoritas rakyat Indonesia lupa bahwa mereka adalah satu kesatuan. Mereka meneriakkan:

“ Kami Putera Dan Puteri Indonesia Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Air Indonesia
“ Kami Putera Dan Puteri Indonesia Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia
“ Kami Putera Dan Puteri Indonesia Mengaku  Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia ”

Namun, marilah kita sekarang melihat kenyataan saat ini. Akankah berbeda dengan masa kala sumpah pemuda diikrarkan ataukah malah jauh lebih buruk dari saat itu ?
Sungguh, teramat sangat ironis. Hari-hari bagi Indonesia kini tidak lebih baik dari kala masa-masa penduduk Indonesia bersifat kedaerahan. Sungguh kenyataan yang tragis, bahwa Indonesia kini bukan lagi memiliki sifat kedaerahan namun sifat kepribadian yang individualis. Walaupun penyakit individualistis ini hanya menyerang sebagian kecil pemuda Indonesia namun hal ini cukup untuk menjadikan koreksi bahwa Indonesia belum berhasil menjadi bangsa yang satu, memiliki kesadaran akan tumpah darah yang satu, bahasa yang satu. Ayolah pemuda Indonesia, bangun dari tidur lelap kalian ! Janganlah kalian terlelap dalam bayangan-bayangan semu sifat individualis. Ayolah Singa-singa Indonesia, Bangkit dan aumkan kembali auman-auman kalian yang dulu. Buat seluruh dunia sadar, kitalah bangsa yang tegas, bangsa yang kuat, bangsa yang besar dan bangsa yang satu. Ayolah Guntur-guntur Bangsa, gelegarkan kembali semangat-semangat kita dulu. Buatlah mereka sadar, kita adalah bangsa yang pantas untuk disegani, bangsa yang pantas untuk dihargai dan bangsa yang pantas untuk dipuja-puja.

Untuk Putra-Putri Indonesia,
Untuk Pemuda-Pemudi Indonesia,
Untuk Rakyat Indonesia,
Untuk Bangsa Indonesia,
Untuk Bangsa Indonesia,
Dan
Untuk Indonesia….

Kita lahir untuk menjadi bangsa yang besar, menjadi bangsa yang tinggi, menjadi bangsa yang pantas untuk dihargai dan dipuja-puja juga pantas untuk disegani.
Atas nama Pemuda Indonesia, tidaklah pantas kita bercerai berai, tidaklah pantas kita berpisah-pisah, tidaklah pantas kita berdiri sendiri-sendiri dan melupakan bangsa kita yang satu.
Mari bersama-sama kita lupakan diri kita dan menyatu dalam bangsa Indonesia,
Mari bersama-sama kita teriakkan,

“ Kami Putera Dan Puteri Indonesia Mengaku

  • Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Air Indonesia,

  •   Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia,

  •   Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia. ”





0 komentar:

Posting Komentar